Sharing Hemat Listrik



SHARING
Hemat Listrik 
Sumber: ibu ibu DI dan Gamma Online




Tanya
Bagaimana cara menghemat listrik?

Dalam rangka penghematan biaya listrik, aku ingin tanya mengenai lampu. Tarif listrik kan bakalan naik lagi!

1. Lampu bohlam, yang sinarnya kuning, makan watt gede, boros deh. Tapi harganya paling murah, bener gak?
2. Lampu neon (sama gak sama lampu TL?) yang sinarnya putih, lebih hemat dibanding bohlam, tapi menurut aku dijaman begini masih boros juga.
3. Lampu PL (bener gak istilahnya ?) yang sebetulnya lampu buat down light, tapi di rumah rumah sering dipake begitu aja.

Khusus buat yang nomor 3 aku pengen nanya. Aku cuma taunya lampu ini biar ditulis cuma 20 watt, terangnya sama dengan 100 watt, alias rata rata 5 kali lipat. Harganya mahal, tapi karena pemakaian listriknya hemat, tagihan listrik bisa dihemat kalo pake lampu ini. Merek baru yang ngetop Luichtect, harganya mahal, tapi dia menjamin bisa hemat listrik dan awet 10.000 jam. Ada juga merek philips dan national, merek cina juga ada tapi gak jamin deh.

Bagaimana cara kerja sebernanya lampu lampu ini sampai bisa menghemat listrik ? Apa iya bisa hemat kalo semua lampu di rumah diganti sama jenis lampu hemat ini maka kita sudah menghemat pengeluaran untuk listrik ? Apa jangan-jangan cuma akal akalan orang dagang ? Merek apa yang bagus, apa semua merek sama saja ? Apa keunggulan loitech sampai dia berani mengklaim satu satunya di dunia yang paling hemat listrik.

Kalo bener bisa hemat, aku mau ganti semua lampu di rumah pake yang kayak gini, sekarang masih ada 4-5 lampu neon TL 40 watt dipake di rumahku.[sl]

Jawab
"1. Bener banget mbak, sebagai tambahan ruangan terasa lebih panas - cocok kalo' lagi kedinginan -
2. TL = lampu neon (yang bentuknya batangan) - yg ini neon generasi pertama
3. PL = ???

Tapi menurut aku, dengan memakai merk yang udah jaminan nggak bakalan kecewa dech, contohnya aja phillips yang emang udah terbukti tahan lama. Masalah mahal/tidaknya harga suatu barang, biasanya ditentukan dari merk dagang (brand image), serta teknologi yang digunakan. Jika si Loitech (???) mengklaim dia paling unggul (sampe bisa hemat 500%) dan harganya mahal kemungkinan produsen Loitech adalah produsen yang pertama kali mempergunakan teknologi itu, sedangkan yang lainnya biasanya ikut-ikutan (bandingin aja antara merk komputer IBM dan non-IBM, Motor merk HONDA dengan yang bukan HONDA, peralatan rumah tangga PHILIPS dan non PHILIPS). Pilihan tinggal di konsumen, mau yang mahal dan tahan lama, atau yang murmer tapi lifetimenya sebentar??

Kalo menurutku sih, berapa sih Watt yang digunakan lampu di rumah, contohnya ada 10 lampu x 40 Watt berarti 400 Watt (itupun, kalo' pas tidur sebagian lampu dimatiin), dibandingkan dengan peralatan listrik yang juga kita gunakan (Kulkas, Magic Jar --- ini yang kudu mesti ngecook terus) Belum lagi peralatan yang urgently required (rice cooker, ac, pompa air, mixer, blender, mesin cuci dll). Jadi, semuanya itu tergantung sama pinter-pinternya kita ngakalin pakai peralatan listrik, mungkin yang bisa kita lakuin adalah frekuensi pemakaiannya yang dikurangi (itupun kalo' bisa dikurangi)

Oh iya, sebagai tambahan mahal/tidaknya tagihan listrik tergantung juga dari tipe rumah dan daya pasang listrik di rumah, rate u/ 900 W beda dengan 1300 W, 2500W, 4000W dll..dl..dl.. "Vr

"Bener, harga murah, watt gede - dibandingkan dgn. terang yg. sama oleh lampu neon / TL. Disebut boros karena untuk watt yg. sama terangnya kalah dgn. lampu neon. Hal ini disebabkan karena energi yg. dipakai untuk memijarkan gas argon (isinya bohlam itu gas argon), sebagian besar digunakan lebih dulu utk. memijarkan filamen / kawat di dalam bohlam tsb.

Lampu neon sama saja dengan lampu TL. Boros maksudnya gimana ? Kalo lampu TL yg. pake balast / trafo kumparan, itu memang power factor- nya rendah, jadi efisiensinya rendah. Tapi keluaran jaman sekarang, rata2 pake balast elektronik, power factornya sudah membaik --> lebih efisien.

Leuchtech ? Itu mah lampu TL juga. Lampu TL dengan neon itu ya sama aja sebenernya. Sekarang neon banyak dibuat ujungnya bisa digunakan di fittingnya lampu pijar, biar praktis, tapi tetep namanya lampu TL atau neon. Perasaan tiap lampu TL ada tertulis deh, untuk berapa ribu jam, begitu. Soal harga, aku bilang sih pengaruh dari bermacam2 ya... Rata2 terangnya lampu TL kalo dibandingkan dgn. lampu pijar pada watt yg. sama, 5x nya, nggak hanya Leuhtech, philips juga begitu, Sanex dll merek China juga begitu.

Bisa lebih hemat karena di lampu pijar, utk. daya yg. sama (watt yg. sama), energi utk. memendarkan diubah sebagian menjadi panas di filamennya, baru dari filamen memanaskan gas argon --> berpendar --> terang. Lampu TL menggunakan perbedaan tegangan untuk memendarkan gas neon dan zat yg. berfluoresence di dalam tabung tsb --> tidak ada pengubahan energi menjadi panas terlebih dulu. Itu sebab kalo tegangan PLN kurang, lampu TL bisa kedip-kedip, sementara lampu pijar cuma meredup aja...

Aku nggak tau soal Leuchtech ini, pernah sih, beli, cuma nggak meneliti deskripsi / klaimnya sbg. satu2nya yg. paling OK...:-) Sebenernya semua perangkat elektronik punya yg. disebut MTBF (mean time between failure), ini digaransi sama pabriknya sbg. standar quality barangnya. MTBF, sesuai namanya, berarti, berapa lama barang tsb. rata2 bisa bekerja sampai dia rusak / failure. Semakin tinggi (biasanya dalam jam hitungannya), semakin bagus barangnya. Cuma tidak semua produk bikin, kali ya...? Supaya nggak terlalu gampang ngebandinginnya...:-)) Mungkin ini yg. dibanding2kan si Leuchtech ini shg berani mengklaim jadi no. 1 ? Atau juga, ada yg. namanya balast dalam lampu TL. Balast / trafo ini punya power factor, yg. berkaitan dgn. efisiensinya. Semakin mendekati 1 --> semakin efisien --> semakin hemat listrik. Jadi meskipun sama2 lampu TL 14W, belum tentu keluarannya sama terang, karena tergantung efisiensi si balast-nya. Mungkin si L ini mengklaim pf-nya paling tinggi ?

Soal merek, aku nggak tau tuh. Biasanya aku pake Philips aja. Kecuali kalo utk. lampu luar, kadang pake yg. mur-mer bangsanya merek Cina2 itu. Baik2 aja tuh. Soal berapa delta rupiah yg. kamu hemat, hmmm. harus bikin rumus sendiri tuh. Hitung aja berapa kwh yg. bisa dihemat dgn. penggunaan lampu TL ini. Misalnya di rumahmu ada 10 lampu 50W yg. dipake kira2 4 jam per harinya, berarti kamu pakai 2000 watt-hour = 2 KWH per hari. Kalo sebulan, berarti utk. lampu aja 60kwh, nah kira2 berapa rupiah, tergantung sama tarif TDL-mu. Baru dibandingkan dgn. berapa 'modal' buat beli lampu TL, kira2 berapa bulan baru 'menguntungkan'

Cumaaa, aku dulu diberitahu ibuku, kalo membaca sebenernya tidak terlalu baik menggunakan lampu TL, karena terlalu 'tajam' ke mata. Mendingan pake lampu pijar. Gitju... Karena itu aku senengnya pake lampu TL yg. ada 'bohlam'nya, jadi nggak semata tabung putihnya itu loh... Sinarnya lebih lembut. Kalo temenku bilang sih... buat apa beli gitu-an, udah dapet sinar terang-terang, kok malah 'dibungkus' lagi... Yaaa tergantung tujuannya saja... mau pilih yg. mana... "rn

"aku liat di www.infohemat.com ada alat-alat untuk menghemat listrik, pulsa telpon sama bbm/gas. ada yg udah nyoba belon ? apakah memang betul bisa menghemat sekian persen seperti yg di-iklankan ?" --Ir

"Masukkan yang ini aku tunggu juga. Rekening listrikku beber-bener ngejeblak beberapa bulan ini.... BTW Stel, lampu "neon" (hemat) itu ada yang sinarnya kuning juga lho. Beberapa merek sinar kuningnya lebih bagus dari yang lain. Kalau nggak salah semakin besar wattnya semakin bagus kuningnya. Tapi masih berkisar 5-10 watt gitu lho.

Aku juga lebih seneng sinar kuning daripada putih. Kalau si merek Luitecth (aduh spellingnya gimana ya) harganya berapa ya. Aku udah beli lampu yang 9watt-an itu aja Rp. 28,000 (bentuknya bohlan, bukan kaya' tabung itu). Mikirnya udah beberapa kali.... Murah listrik, mahal ongkos beli 'kali ya. " --Dt


"Dari web-nya Gamma online.

Mau Hemat Malah Kobol-kobol Banyak lampu hemat energi di pasaran yang membohongi konsumen. Label yang tercantum tak sesuai dengan kenyataan. Pemerintah lambat menindak. Terang terus... terus terang. Ayam kecil, Ayam (I'am) sorry," kata Pak Bendot dalam iklan layanan masyarakat yang mengajak kita menghemat energi supaya tetap "terang terus". Pilihan penggunaan lampu rumah pun tertuju pada jenis lampu yang irit daya listriknya, tapi cahayanya tetap oke. Konsumen pun kemudian berpaling pada lampu jenis save energy lamp (SEL). Tahun lalu, impor lampu jenis hemat energi ini langsung naik 500%, yang setara dengan 9,6 juta unit lampu. Bahkan, pada tahun ini permintaan diperkirakan melejit hingga 20 juta unit lampu.

Peluang ini tentu saja tak akan dibiarkan lewat begitu saja oleh produsen. Aneka pabrik lampu dari luar negeri, dan tak kurang dari 80 merek, menyerbu pasar Indonesia. Tapi, buntutnya, konsumen harus waspada. Jika tidak, niat mau irit malah jadi boros. Sebab, meski di pasaran beredar seabrek lampu yang mengklaim diri hemat energi, tidak semua catatan besaran daya, watt, dan cahaya lampu yang dihasilkan sesuai dengan yang tertera. Tak jarang, daya listrik yang digunakan malah dua kali besarnya. Belum lagi, saat ini, banyak beredar lampu hemat energi palsu.

Hasil survei Direktorat Konsumen Ditjen Perdagangan Dalam Negeri Departemen Perindustrian dan Perdagangan (Depperindag) dengan Asosiasi Industri Lampu Listrik Indonesia (Aperlindo), Juni lalu, menunjukkan angka yang mengejutkan. Dari 82 merek yang diteliti, hanya 52 merek yang layak uji laboratorium karena label kemasan mencantumkan informasi lengkap bagi konsumen. Ini berarti 30 merek lainnya adalah palsu atau tak jelas siapa yang memproduksinya.

Gilanya lagi, dari 52 merek itu, hanya 10 merek yang daya listriknya sesuai dengan yang tertera, atau tak melampaui batas toleransi seperti yang tercantum dalam UU Perlindungan Konsumen sebesar 10%. Kesepuluh merek itu adalh Philips, GE, National, Sky Lite, Lux Lite, Lux Tek, Yuki, Nasio, Aron, dan Sunlight. Jika dilihat dari kuat cahaya yang dihasilkan, hanya lima merek yang sesuai dengan yang tertera, yaitu Leuchtech, Aron, Yuki, Nelson, dan Phoenik. Jika daya tegang dan kuat cahaya digabung serta dijadikan acuan, dari seluruh lampu hemat energi yang beredar, hanya ada dua merek yang layak edar: Aron dan Yuki. "Kalau dua ukuran itu dipakai bersama, tinggal dua merek yang boleh beredar," kata Direktur Perlindungan Konsumen, Eni Suhaeni Bakri, jengkel.

Booming lampu hemat energi ternyata mendorong pedagang berperilaku merugikan konsumen. Ada tiga problem yang merugikan konsumen. Pertama, membanjirnya lampu hemat energi ilegal yang kualitas mutu dan nilai ekonomisnya tidak dapat dipertanggungjawabkan. Kedua, pemalsuan produk merek terkenal. Dan ketiga, terjadinya praktik usaha yang tidak jujur dan cenderung mengelabui konsumen.

Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tini Hadad, menyesalkan perilaku pengusaha yang cenderung menipu konsumen. "Pemalsuan maupun penipuan itu merupakan tindak pidana. Karena itu, pemerintah harus cepat bergerak," kata Tini Hadad kepada Edy Can dari Gamma. Ini penting karena konsumen yang awam tak bisa membedakan secara visual lampu hemat energi yang palsu dengan yang asli. "Penelitian sudah dilakukan. Sekarang ketentuan hukumnya tinggal ditelusuri dan ditegakkan. Deperindag sebaiknya mengumumkan hasil penelitian itu, sehingga masyarakat bisa memilih dan hati-hati," ujar Tini. Hal senada juga diharapkan pihak Asosiasi Industri Lampu Listrik Indonesia (Aperlindo).

Jika tak segera ditertibkan, selain merugikan konsumen, penipuan itu akan memperburuk iklim usaha, yang membuat produsen lampu dalam negeri tak bisa berkembang. Produsen dalam negeri yang kini memproduksi lampu hemat energi hanya tiga. Mereka adalah PT Sinar Angkasa Rungkut Surabaya (merek Chiyoda), PT Matsushita Lighting Industries (merek National), dan TFC Maspion (merk Maspion). John Manoppo, Ketua Aperlindo, berharap ketentuan Undang-Undang No. 8/1999 tetang Perlindungan Konsumen, yang efektif berlaku 20 April lalu, yang memerintahkan semua produk impor mencantumkan informasi wajib, khususnya nama pabrik dan importirnya, harus ditegakkan. "Penegakan harus dimulai dari bea cukai. Karena itu, kalau merugikan, konsumen bisa menuntut," ujar Manoppo.

Ditjen Perlindungan Konsumen tampaknya belum akan bertindak tegas untuk melindungi konsumen dan mewujudkan usaha perdagangan yang sehat. "Kita akan terus melakukan pengawasan dan menyosialisasikan UU Perlindungan Konsumen," kata Eni. Kok, bukan penegakan hukumnya? Padahal, ancaman Pasal 62 cukup berat. Bagi pelaku usaha yang tidak mencantumkan informasi wajib dalam label, dan tidak sesuai antara informasi label dengan kondisi riil, mereka diancam pidana maksimal 5 tahun atau pidana denda maksimal Rp 2 milyar. Ketentuannya sudah ada dan tegas mengatur. Nah, tunggu apa lagi? " --Rn

Tidak ada komentar:

" Jika Anda ingin mempublikasikan kembali tulisan ini di website atau blog Anda, mohon cantumkan link aktif menuju artikel yang bersangkutan termasuk semua link yang ada di dalam artikel tersebut. "
_______________________________________________

Artikel Terpopuler...


Berita Media Terhangat

Tinggalkan Pesan Di Sini.., masuk dengan akun fb anda.